PENGARUH REDENOMINASI MATA UANG RUPIAH TERHADAP PERDAGANGAN BAHAN POKOK
Menurut dari beberapa surat kabar ibukota seperti Berita Antara, Kompas dan Jakarta Post memberitakan tentang wacana Bank BI melakukan Redenominasi mata uang Indonesia. Pada ketiga surat kabar tersebut menjelaskan tentang pemahaman dari arti Redenominasi itu sendiri, serta beberapa penjelasan dari beberapa pakar dan pejabat BI.
Masyarakat saat ini merasa kebingungan dan merasa cemas akan diadakannya redenominasi karena mereka menganggap nilai uang mereka akan terpotong, sehingga banyak yang kontra terhadap wacana yang dibuat oleh BI.Itu semua karena kurang sosialisasi dari BI sendiri tentang wacananya itu.Karena menurut beberapa pakar ekonomi berangapan terlalu terburu- buru tindakan yang dilakukan oleh BI. Selain itu beberapa instansi pemerintah yang juga tidak setuju dengan adanya wacana BI tentang Redenominasi. Cuplikan dari beritanya yaitu dikutip dibawah ini:
“Anggota Komisi VI DPR-RI Erlangga Hartarto mengatakan bahwa lembaga legislatif telah menyatakan menolak rencana redenominasi rupiah yang diwacanakan Bank Indonesia.
Masyarakat tidak perlu khawatir terkait wacana penyederhanaan (redenominasi) mata uang rupiah yang dilontarkan oleh Bank Indonesia (BI), sebab legislatif sudah menolak, katanya saat berkunjung ke Jambi, Kamis.
"Rencana redenominasi itu hanya sebatas wacana, dan DPR sudah menolak," katanya.
Ia menilai pengurangan jumlah angka pada mata uang rupiah itu hanya akan membuat resah masyarakat saja, atas dasar itu DPR menolak usulan yang sudah diajukan BI itu.
"Kalau hanya membuat resah kenapa harus kita setujui. Redenominasi tersebut juga diyakini bisa mengacaukan sistem ekonomi jika tidak dilakukan sosialisasi dengan baik," ujarnya.”
Setelah banyaknya penolakan dari berbagai pihak, akhirnya pejabat BI menjelaskan bahwa Redenominasi itu tidak sama dengan Sanering. Karena pada masyarakat terjadi pemikiran bahwa Redenominasi ini merupakan pemotongan nilai mata uang yang merupakan Sanering . Gurbernur BI yang baru, Darmin Nasution menyatakan bahwa Redenominasi berbeda dengan Sanering. Redenominasi adalah penyederhanaan sebutan satuan harga atau nilai mata uang di tengah masyarakat. Sedangkan Senering merupakan pemotongan nilai mata uang. Secara terminology mungkin kata Redenominasi tidak terlalu indah untuk di lidah masyarakat Indonesia. Sekali lagi Gubernur BI yang baru, Darmin Nasution, Redenominasi bukanlah Senering.
Darmin Nasution menjelaskan bahwa Senering biasanya dilakukan oleh suatu negara saat kondisi perekonomiannya dalam keadaan tidak stabil dan dalam situasi inflasi yang tinngi. Tingginya inflasi menyebabkan nilai atau daya beli mata uang suatu negara merosot cepat sehingga harus melakukan sanering. Sementara itu, Darmin Nasution mengatakan bahwa redenominasi hanya bisa berhasil dilaksanakan dalam kondisi perekonomian yang stabil ketika perekonomian tumbuh dan inflasi terkendali. "Nah, mengapa BI melihat ini sudah momennya untuk dibicarakan. Ini prosesnya akan sangat panjang. Kita sekarang ini pertumbuhan ekonominya relatif baik. Meski sedang inflasi karena ada kenaikan cabe keriting dan hal lain, tapi masih terkendali," katanya.
Sebagaimana di jelaskan di berbagai media, redenominasi ini bukan sanering. Istilah Sanering ini adalah pemotongan uang. Bila sanering, maka nilai uang dipotong, namun harga-harga barang tetap. Sanering menyebabkan daya beli masyarakat terpangkas. Misalnya gaji kita besarnya Rp 5 juta, terkena sanering menjadi Rp 5. Sementara harga sepotong roti tetap Rp 1.000. Artinya, daya beli masyarakat akan menurun drastis dengan adanya sanering. Kita jadi tak mampu membeli roti lagi. Biasanya, sanering dilakukan dalam kondisi ekonomi yang tidak sehat dan inflasi yang melejit tidak terkendali.
Pertama, inflasi harus berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil. Kedua, stabilitas perekonomian terjaga dan jaminan stabilitas harga. Ketiga, kesiapan masyarakat harus ada. Aspek ketiga inilah yang perlu dipertimbangkan matang-matang. Kesiapan psikologis masyarakat adalah hal terpenting bagi efektifnya suatu kebijakan. Banyak sudah kebijakan publik yang baik secara teori, namun gagal di lapangan karena kesiapan publik yang belum ada.
Sesungguhnya kebijakan redenominasi rupiah tidak memiliki dampak positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Sebab, keuntungan dari redenominasi rupiah hanya dari segi pencatatan akuntansi saja menjadi lebih praktis, dimana masyarakat akan membawa uang tidak pernah banyak, tapi secara value (nilai) tidak ada perubahan antara nilai Rp. 1.000,- dengan Rp. 1,-.
Sementara yang dilakukan oleh Soekarno di jaman Orla adalah schenering (sanering), yaitu pemotongan nilai uang 1.000 menjadi 1. Hal ini disebabkan oleh karena hiper inflasi hingga 600%, seperti halnya negara Zimbabwe yang mencetak uang pecahan 1 milyar. Dampak yang dirasakan masyarakat adalah masyarakat semakin menderita karena uang yang ada di tangan mereka tidak bernilai. Sehingga pemerintah pada saat itu melakukan schenering untuk menghindari inflasi bertambah parah.
Untuk melakukan redenominasi rupiah, pemerintah akan mencetak uang kertas dan uang logam yang baru, dan menarik uang kertas dan logam yang lama. Perlu diketahui bahwa biaya mencetak uang tidaklah murah, sehingga jika dibandingkan antara dampak positif praktis dari segi akuntansi dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mencetak uang baru, maka hal ini tidaklah sebanding. Tetap saja rakyat dirugikan, sebab biaya pembangunan yang besar akan dipergunakan untuk biaya mencetak uang yang tidak memiliki keuntungan bagi sistem ekonomi Indonesia.
Dampak dari redenominasi sebenarnya sangat tidak berpengaruh terhadap perdagangan apapun karena yang terjadi hanya pemotongan angka nol sebanyak tiga pada rupiah misalnya 1000 menjadi 1. Sehingga tidak akan sangat berpengaruh. Namun hanyak akan berdampak pada psikologi masyarakatnya saja. Karena untuk rakyat kecil yang biasa dengan 5 juta jika dilakukan redenominasi menjadi 5000 , jika masyarakat salah mengartikan maka akan menjadi dampak psikologis bagi masyarakat yaitu menimbulkan kecemasan.
Dampak dalam perdagangan itu sendiri tidak terlalu pengaruh. Karena telah diberitahukan bahwa redenominasi bukan memotong nilai dari rupiahnya melaikan menyederhanakan saja.Sehingga jika suatu keluarga memiliki uang sebesar 1.000.000 setelah di redenominasi menjadi 1.000 maka bukan berarti keluarga tersebut hanya memiliki daya beli 1000 saja namun sama saja keluarga tersebut memiliki daya beli sebesar 1.000.000. Karena harga barang perdagangan seperti bahan-bahan pokok juga dilakukan redenominasi juga seprti harga beras sebesar 350.000 setelah diredenominasi menjadi 350 maka jika suatu keluarga memiliki 1000 setelah di redenominasi dapat membeli beras tersebut. Maka daripada itu redenominasi kurang berpengaruh pada proses perdagangan.
Namun redenominasi dipengaruhi oleh Kenaikan harga bahan pokok seperti cabai, beras, sayur-sayuran dan telor dapat mempengaruhi inflasi dari negara sehingga jika terjadi kenaikan inflasi maka redenominasi tidak data dilakukan karena syarat redenominasi dapat berjalan dengan baik dalam suatu negara adalah jika perekonomian negara tersebut stabil dalam kondisi nilai inflasinya kecil. Sebenarnya inflasi tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga namu dipengaruhi oleh kenaikan harga secara terus menerus dan mempengaruhi harga bahan lainnya. Oleh karena itu kenaikan harga bahan pokok yang terjadi saat ini sudah terjadi dari awal tahun 2010 dan menyebabkan kenaikan harga bahan pokok lainnya.
Menurut data dari pemantau harga pemerintah kenaikan harga bahan pokok khususnya pada beras dipasar induk beras cipinang mengalami kenaikan sebesar 1,73% dari awal bulan januari 2010. Di prediksikan kenaikan tersebut akan terus berlangsung sampai lebaran nanti. Karena kenaikan tersebut teru menerus inflasi pada daerah jatim naik menjadi 1,83%. Jika inflasi terus meningkat maka syarat untuk melakukan redenominasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari kurva di bawah ini.
Kurva di atas menjelaskan bahwa terjadi kenaikan harga namun permintaan juga terus meningkat sehingga mengeser kurva supply ke kanan dan mengeser kurva demand ke atas. Karena harga bahan pokok merupakan bahan kebutuhan pokok sehingga agar harga terus tidak meningkat maka pemerintah melakukan satu tindakan dengan melakukan operasi pasar sehingga harga menjadi tetap dan tidak terus meningkat. Dalam keadaan tersebut kondisi ekonomi negara sedang tidak stabil maka tidak boleh diadakan redenominasi.
Kesimpulannya redenominasi tidak terlalu berdampak untuk perdagangan dan perekonomian Indonesia. Menurut analisa saya lebih baik wacana ini di undur jangka waktunya untuk di realisasikan , lebih baik melakukan perbaikan pada sistem ekonominya. Serta menurunkan harga bahan pokok agar berdampak pada inflasi.
Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/1281050270/dpr-tolak-redenominasi-rupiah
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/08/04/10225992/Sesat.Istilah.Redenominasi#
http://www.surya.co.id/2010/08/03/harga-bahan-pokok-bakal-terus-naik.html
http://lawan.us/kemendag-stok-sembako-cukup-jelang-puasa/
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://bataviase.co.id/detailberita-10513644.html
http://ibnufatih.wordpress.com/2010/08/06/redenominasi-rupiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar